Hukum
baca’an dalam sholat
Karya :
Syupratman
Al-Fatihah Sebagai
Rukun Sembahyang oleh karena al-Fatihah satu Surat yang menjadi Rukun (tiang)
sembahyang, baik sembahyang fardhu yang lima waktu, ataupun sekalian sembahyang
yang sunnat dan nawafil, maka dalam hal ini tidaklah cukup kalau kita hanya
sekedar menafsirkan arti al-Fatihah, melainkan kita perlengkap lagi dengan
hukum atau ketentuan Syariat berkenaan dengan al-Fatihah.
Segala sembahyang
tidak sah , kalau tidak membaca al-Fatihah. tersebut dalam hadits-hadits: Dan
hendaklah dibaca pada tiap- tiap rakaat , karena Hadits : 1. Daripada Ubadah
bin as-Shamit, bahwasannya Nabi s. a. w berkata: "Tidaklah ada sembahyang
(tidak sah sembahyang) bagi siapa yang tidak membaca Fatihatil Kitab. " (Dirawikan
oleh al-Jamaah)
2. Dan pada lafadz
yang lain : " Tidaklah memadai sembahyang bagi siapa yang tidak mernbaca
Fatihatil-Kitab." (Dirawikan oleh ad-Daruquthni, dan beliau berkata bahwa isnad Hadits
ini sahih).
3. "Tidaklah
diterima sembahyang kalau tidak dibaca padanya Ummul Quran. " (Dirawikan oleh Imam Ahmad) Dengan hadits-hadits ini dan beberapa
Hadits lain sama bunyinya, sependapatlah sebagian besar Ulama Fiqh bahwa tidak
sah sembahyang selain daripada membaca al-Fatihah, walaupun Surat yang mana
yang kita baca. Demikianlah Mazhab Imam Malik, Imam Syafi'i dan jumhur Ulama,
sejak dari sahabat- sahabat Rasulullah, sampai kepada tabi'in dan yang
sesudahnya. Oleh sebab itu baik Imam atau Makmum, wajiblah semuanya membaca
al-Fatihah di dalam sembahyang. "Dari Abu Qatadah, bahwasanya Nabi s. a. w
adalah beliau tiap-tiap raka'at membaca Fatihatil- kitab." (Dirawikan oleh
Bukhari) Selain dari itu sunnah pula sesudah membaca al-Fatihah itu diiringkan
pula dengan Surat-surat yang mudah dibaca dan dihapal oleh yang bersangkutan ;
karena ada Hadits :
4. "Dia
menyuruh kita supaya membaca al-Fatihah dan mana-mana yang- mudah. "
(dirawikan oleh Abu Daud daripada Abu
Said al Khudri). Berkata Ibnu Sayidin Nas : "Isnad Hadits ini shahih dan
rijalnya semua dapat dipercaya." Mengiringi al-Fatihah dengan surat-surat
yang mudah itu ialah pada sembahyang Subuh dan dua rakaat permulaan dari
sembahyang yang lain dan pada sembahyang Jum'at. Kalau imam sedang membaca
dengan jahar hendaklah makmum berdiam diri dan mendengarkan dengan baik. Yang
boleh dibaca makmum sedang imam membaca hanyalah al-Fatihah saja, supaya bacaan
imam jangan terganggu.
5. "Daripada
Ubadah, berkata dia bahwa satu ketika Rosululloh s. a. w. Sembahyang Subuh,
maka memberati kepadanya bacaan. Maka tatkala sembahyang telah selesai,
berkatalah beliau : Saya perhatikan kamu membaca. Berkata Ubadah : Kami jawab :
Ya Rosululloh, memang kami membaca. Walloh. Lalu berkata beliau : jangan
lakukan itu, kecuali dengan Ummul Qur'an. Karena sesunggguhnya tidaklah sah
sembahyang bagi barangsiapa yang tidak membacanya." (Hadits dirawikan oleh
Abu Daud dan Tirmidzi). Dan sebuah Hadits lagi dari Ubadah juga; dengan lafadz
lain.
6. Dari Ubadah
bahwasanya Rosululloh s. a. w. pernah berkata: "sekali kali jangan seorangpun di antara kamu membaca sesuatu dari al-Qur'an,
apabila aku menjahar, kecuali dengan Ummul Qur'an. " (Dirawikan oleh Ad-Daruquthni)
Dan ada lagi beberapa Hadits yang lain yang bersamaan maknanya yaitu kalau imam
menjahar, yang boleh dibaca oleh makmum di belakang imam yang menjahar itu
hanyalah al-Fatihah saja, tetapi tidak boleh dengan suara keras, supaya jangan
terganggu imam yang sedang membacanya. Sungguhpun demikian ada juga
perselisihan ijtihad di antara Ulama-ulama fikih tentang membaca di belakang
iman yang sedang menjahar itu. Kata setengah ahli ijtihad, kalau imam membaca
jahar, hendaklah makmum berdiam diri mendengarkan, sehingga al-Fatihahpun
cukuplah bacaan imam itu saja didengarkan. Mereka berpegang kepada sebuah
hadits
7. "Dari Abu
Hurairah, bahwasanya Rosululloh s.a.w. berkata: Sesungguhnya Imam itu lain
tidak telah dijadikan menjadi ikutan kamu. Maka apabila dia telah takbir,
hendaklah kamu takbir pula dan apabila dia membaca, maka hendaklah kamu berdiam
diri. "
(Dirawikan oleh yang berlima, kecuali
Tirmidzi. Dan berkata Muslim: "Hadits ini Shahih") Dan mereka kuatkan
pula dengan ayat 204 dari pada surat 7 (Surat al-A'raf) "Dan apabila
dibaca orang al-Qur'an, maka dengarkanlah olehmu akan dia dan berdiam dirilah
supaya kamu diberi rahmat. " (al-A'raf : 204) Maka buah ijtihad dari
golongan yang kedua ini, meskipun dihormati juga golongan yang pertama, tetapi tidaklah
dapat menggoyahkan pendirian mereka bahwa walaupun Imam membaca jahar namun
makmum masih wajib membaca al-Fatihah di belakang Imam.
Sebab kata mereka
baik hadits yang dirawikan Abu Hurairah tersebut, ataupun ayat dari akhir surat
al A'raf itu ialah perintah yang aam, sedang hadits Ubadah dan Haditst-hadits
yang lain itu adalah khash. Maka menurut ilmu Ushul dalam hal yang seperti ini
ada undang-undangnya, yaitu: "Membinakan yang aam atas yang khas adalah
wajib" Jadi kalau kita nyatakan secara lebih mudah dipahami ialah : Isi
ayat surat al-A'raf ialah memerintahkan kita mendengar dan berdiam diri ketika
Al-Qur'an dibaca orang. Itu aam atau umum di mana saja, kecuali ketika menjadi
makmum di belakang imam yang menjahar. Maka pada waktu itu perintah mendengar
dan berdiam diri itu tidak berlaku lagi, sebab Nabi telah mengatakan bahwa
tidak sah sembahyang barangsiapa yang tidak membaca al-Fatihah.
Maka kalau dia mendengarkan bacaan Imam saja
dan berdiam diri, padahal dia disuruh membaca sendiri di saat itu tidaklah sah.
sembahyangnya. Hadits Abu Hurairahpun umum menyuruh takbir apabila Imam telah
takbir dan berdiam diri, apabila Imam telah membaca. hiipun umum. Maka
dikecualikanlah dia oleh hadits Ubadah tadi, yang menegaskan larangan
Rasulullah membaca apa-apa juapun, kecuali al-Fatihah. Dan datang pula sebuah
Hadits Anas bin Malik, dirawikan oleh Tbnu Hibban, demikian bunyinya : 9.
Berkata Rasulullah s. a. w. : " Apakah kamu membaca di dalam sembahyang
yang kamu di belakang Imam, padahal Imam sedang membaca ? Jangan berbuat
begitu. Tetapi hendaknya membaca tiap seorang kamu akan Fatihatul Kitab di
dalam dirinya. " (Artinya, baca dengan tidak keras-keras)
Oleh
sebab itu maka golongan pertama tadi menjalankari kedua maksud ini, yaitu
mereka menetapkan membaca al-Fatihah, di belakang Imam yang menjahar, tetapi
tidakboleh keras, supaya jangan terganggu Imam yang sedang membaca. Dan apabila
telah selesai membaca al-Fatihah, merekapun menjalankan maksud hadits, yaitu
berdiam diri mendengarkan segala bacaan Imam yang lain. Masalah ini adalah
masalah ijtihadiyah, yang kalau ada orang yang berhenti sama sekali membaca
a1-Fatihah karena berpegang pada Hadits Abu Hurairah dan ayat 104 surat
al-A'raf tadi , pegangannya ialah semata-mata ijtihad hendaklah di hormati.
Adapun penulis tafsir ini, kalau orang bertanya, manakah di antara kedua paham
itu yang penulis merasa puas hati memegangnya, maka penulis menjawab : "
Aku memegang paham yang pertama , yaitu walaupun Imam menjaharkan bacaannya,
namun sebagai makmum penulis tetap membaca al-Fatihah untuk diri sendiri.
Karena payah penulis hendak mengenyampingkan Hadits yang terang tadi, yaitu
tidak sah sembahyang barangsiapa yang tidak membaca al-Fatihah"
Adapun waktu membacanya itu, apakah seketika
Imam berdiam diri sejenak, atau seketika dia membaca ? Maka Ulama-ulama dalam
Mazhab Syafi'i, berpendapat boleh didengarkan Imam itu terlebih dahulu membaca
a1-Fatihah dan dianjurkan supaya Imam berhenti sejenak mernberi kesempatan
kepada makmum supaya mereka membaca al-Fatihah pula. Tetapi kalau Imam itu
tidak berhenti sejenak, melainkan terus saja membaca ayat atau surat-surat yang
mudah sehabis membaca al-Fatihah, maka sehabis Imam itu membaca al-Fatihah,
terus pulalah si makmum membaca al-Fatihah sedang Imam itu membaca surat. Dan
sehabis membaca al-Fatihah itu hendaklah si makmum berdiam diri mendengarkan
apa yang dibaca Imam sampai selesai
Di Antara Jahar Dan Siir Selain daxi
khilafiyah tentang Bismillah (Basrnallah) apakah dia terrnasuK ayat di pangkal
suatu surat atau hanya dalam surat an NaMl itu saja, timbul pula pertikaian
pendapat tentang; apakah ketika membaca al-Fatihah dan Surat yang berikutnya
pada sembahyang sembahyang yang
dijaharkan , Imam mesti menjaharkan (membaca dengan keras) Bismillah juga ?
Ataukah Bismillah dibaca dengan Siir ? Atau yang dijaharkan cuma al-Fatihah dan
surat yang berikutnya saja ? Golongan yang berpendapat bahwa hendaknya
Basmallah itu dijaharkan dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w ialah :
Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubair. Dan yang menjaharkan dari
kalangan Tabi'in ialah Said bin Jubair, Abu Qilabah, az-Zuhri, Ikrimah, Athaa',
Thaawuus, Mujahid, Ali bin Husain, Salim bin Abdullah, Muhammad bin Ka'ab al
Qurazhi, Ibnu Siirin, Ibnul Munkadir, Nafi' Maula Ibnu Umar, Zaid bin Aslam,
Makhuul, Umar bin Abdil Aziz, Amir bin Dinar dan Muslim bin Khalid.